Cerita (ke) Dokter Gigi

02.55 mamaegisa 0 Comments


 Dosen saya pernah berkata di semester 2 perkuliahan:
"Salah satu dokter yang bisa memberikan solusi langsung setelah pasien keluar dari ruang pemeriksaan adalah dokter gigi. Kamu datang dengan keluhan sakit gigi karena lubang, maka kamu akan keluar dengan lubang yang ditambal."

Maka di cerita kali ini saya ingin berbagi pengalaman saya dengan dokter gigi. :D

Hari ini setelah sekian puluh tahun lamanya (hehe, belasan mungkin) akhirnya saya kembali ke dokter gigi. Tapi alhamdulillah-nya bukan karena sakit gigi, dan syukurlah sampai usia saya yang kepaladua, belum pernah ada keluhan sakit gigi. Dan semoga saja nggak akan ada sampai besok-besok. Awalnya hanya berniat mengantar ibu saja untuk periksa gigi ibu yang sakit di JIH, tapi akhirnya saya iseng ikut mendaftarkan diri jadi pasien juga. Hehe.

Maka saya pun bingung saat masuk ke ruang periksa,
"Gimana mbak Raisa ada keluhan apa?" dokternya bertanya
"Ng... Nggak ada keluhan apa-apa dok, hehe..." saya menjawab....
"wohlaa, Cuma mau kenalan aja kok dok," kata perawat giginya yang mengasisteni nyeletuk. -___- doeeng

Dan akhirnya saya duduk di kursi canggihnya dokter gigi. Kemudian gigi saya diperiksa...
"Giginya cantik kok mbaaak, nggak ada masalah, nggak berlubang juga... Dibersihkan saja yaa"  ---> :))

Yang berkesan adalah, karena saya periksa di JIH (Jogja International Hospital), pelayanan di rumah sakit ini cukup joss.. Dan yang paling penting adalah islami. Ketika kita mendaftar menjadi pasien, maka ada welcoming drink teh kotak sosro dingin. Bangunan JIH juga keren, mungkin rumah sakit yang gedungnya paling mewah di jogja adalah JIH. Ketika kita masuk yang kecium bukan bau karbol, dan amoksisilin.. Melainkan bau kue parsley... AC nya juga dingin, dan lobinya menurut saya malah seperti bandara di makassar.. Saya jadi inget dengan rumah sakit pertama di dunia, yaiitu dibangun pada saat islam dulu masih berjaya di daerah Damaskus. Tentunya bangunannya jauuuuuh lebih megah dari JIH dengan pelayanan yang ultima. Pengobatannya pun gratis karena dibiayai oleh uang zakat... (Bayangkan bila sistem zakat di Indonesia bisa dilaksanakan dengan baik dan benar. Tentunya bisa dimanfaatkan untuk kepentingan ummat dengan maksimal). Dan memang sudah seharusnya sebuah rumah sakit (atau lebih enak dibahasakan rumah sehat) adalah seperti itu...

Nah, yang maknyess juga adalah saat melakukan tindakan, sebelum alat-alat dimasukkan ke mulut, dokternya selalu mengucap basmallah terlebih dahulu.. "Bismillahirrahmanirrahiim"... Dan ini yang membuat saya yakin bahwa insyaAllah lebih barakah dan manjur. :)

Meski saya termasuk orang yang tidak menaati anjuran periksa gigi tiap 6 bulan sekali,tapi kesehatan gigi dan kerapiannya selalu menjadi perhatian keluarga. Pernah suatu ketika, saya menjadi probandus untuk mbak kos sebelah rumah yang saat itu sedang studi di kedokteran gigi ugm bernama mbak elly. Waktu itu saya masih TK nol kecil, dan giginya masih gigi susu semuanya dan masih utuh karena nggak gigis (item-item). Mungkin karena dulu saya langsung minum susu dari gelas dan bukan dari dot. Nah, saya ingat betul waktu menjadi probandusnya mbak elly, saya harus diutek-utek mulutnya dalam waktu yang lumayan lama. Diberi obat ini dan itu, dan tidak boleh makan dulu selama beberapa jam setelahnya. Tapi karena mbaknya baik, usai dari FKG, saya dan mbak elly ngebis ke mirota kampus dan mbak elly membelikan beberapa bungkus taro dan beberapa kotak susu ultra milk... Hmmmmm... Namanya juga anak keciil, diiming-iming jajanan, capek seharian pun hilang sudaaah :D

Saat usia gigi susu harus copot, Bapak juga selalu perhatian untuk segera mencabut gigi yang sudah goyang. Kata Bapak dulu, gigi harus segera dicopot agar nggak gingsul dan lebih rapi. Alhasil, sering saat TK dan SD, saya datang ke dokter gigi mencabut gigi yang goyang. Kejadian paling mengenaskan adalah saat TK nol besar, saya harus ke dokter gigi karena gigi kelinci depan ada yang goyang. Nah, saya  dijemput dari TK oleh Bapak naik motor. Apesnya, saat mau naik ke motor saya keslomot knalpot motor sebelah saya di betis. Nyooooossssssss.. Paaaanaaaaassss..... Tapi saya takut bilang ke Bapak, karena akan menggagalkan rencana ke dokter gigi kalau saya bilang, dan saya berprinsip tidak mau menunda mencabut gigi agar tidak gingsul. Sepanjang jalan ke puskesmas, sakit luka bakar tadi saya tahan.. Alhasil saat duduk di kursi dokter, betis saya angkat sedikit agar tidak kena kursi. Dan waktu dicabut, karena kaget bercampur sakit di betis, saya teriak keraaaaas sekali. Akhirnya pun saya baru mengakui kena knalpot, karena sudah tidak tahan. Saya pulang dengan gigi depan ompong ditambah luka bakar yang sudah parah karena menunda nunda untuk bilang dan ditangani lukanya. -____-

Baiklah, demikian cerita (ke) dokter gigi saya sepanjang usia.
Salam gigi sehat, salam senyum Indonesia :D



0 komentar: