diantara dua salam
Dingin malam semakin menusuk ragaku, namun tak rela kuangkat
dahiku dari sajadahku. Kurapatkan kakiku membenamkan jarinya pada empuk karpet
masjid yang tampak baru itu. Hingga akhirnya tersedak nafasku oleh air yang
terkumpul dan menetes deras dari mataku. Dengan terhuyung kudongakkan kepala, kembali
pada posisi duduk.
Kulakukan salam yang pertama ke kanan.
Seorang gadis kecil terduduk bersandar pada tembok.
Berkerudung, mungil, poninya tak bisa bersembunyi di balik jilbabnya. Tampak
memakai rok selutut dengan celana panjang yang sama sekali tidak matching untuk menutupi kaki kecilnya. Di
pipinya ada garis-garis tekukan kulit bekas tidur semalam, tampak mengantuk,
namun matanya berbinar binar bersemangat. Terduduk sebentar, kemudian
menghambur berlari ke shaf depan. Menghampiri seorang laki-laki bercelana kain
yang sedang khusyuknya sholat.Tanpa ragu dia menggelendot manja di kaki
laki-laki itu. Rupanya laki-laki itu ayahnya. Tanpa merasa terusik, sang ayah
melanjutkan sholatnya, rukuk, lalu bersujud. Dengan lugu gadis kecil itupun
menirukan gerakan ayahnya. Rukuk, lalu ikut bersujud, dan duduk.
Benar-benar lucu, polos, dan tulus. Gadis kecil itu belum
kenal dunianya.
Seorang wanita tua terduduk di pojok shaf terakhir di masjid
itu. Rukuh putihnya yang lecek membungkus tubhnya yang kurus. Keriput dan noda
hitam diwajahnya menunjukkan betapa lelahnya ia. Namun dia tetap khusyuk dengan
tasbih batu hijau muda ditangannya. Meronce hitungan kalimat-kalimat “Allah”
yang terselip di gerakan bibirnya. Kadang gerakan bibirnya terhenti, kepalanya
semakin condong ke depan. Rupanya ia terkantuk, hingga akhirnya kaget karena
hampir jatuh membangunkannya. Kembali tangannya meronce tasbih hijau.
Benar-benar renta, lelah, dan ringkih. Wanita tua itu telah
merasakan asam manisnya dunianya.
Kuluruskan pandangan ke depan.
Tiang marmer memantulkan bayangan seseorang di depannya.
Seorang remaja wanita yang beranjak dewasa. Tampak
ditengah-tengah kumpulan energinya yang meluap-luap. Raut mukanya haus dengan
ambisinya akan dunia yang seolah ingin digenggamnya. Seolah ingin dikatakannya
pada dunia bahwa dirinya “bisa”. Matanya yang dibingkai lensa tampak yakin dan
tajam menatap, bergetar sesaat, lalu menunduk malu.
Entah sampai kapan aku bisa bersimpuh semacam ini di duniaMu.
Mencari cinta dan berazzam untuk berada di dekatMu, sementara dunia menyilaukan
dan melalaikanku.
Kutengadahkan telapak tanganku.
“Ya Allah Perbaikilah Agama kami yang menjadi pelindung urusan kami. Perbaikilah dunia kami yang menjadi penghidupan kami. Perbaikilah Akhirat kami yang menajdi tempat kembali kami, jadikanlah kehidupan ini sebagai kesempatan menambah setiap kebaikan. Dan jadikanllah kematian sebagai istirahat dari semua kejahatan. (HR Muslim)
0 komentar: