Cerita (ke) Dokter Gigi
Dosen saya pernah
berkata di semester 2 perkuliahan:
"Salah satu
dokter yang bisa memberikan solusi langsung setelah pasien keluar dari ruang
pemeriksaan adalah dokter gigi. Kamu datang dengan keluhan sakit gigi karena
lubang, maka kamu akan keluar dengan lubang yang ditambal."
Maka di cerita kali
ini saya ingin berbagi pengalaman saya dengan dokter gigi. :D
Hari ini setelah
sekian puluh tahun lamanya (hehe, belasan mungkin) akhirnya saya kembali ke
dokter gigi. Tapi alhamdulillah-nya bukan karena sakit gigi, dan syukurlah
sampai usia saya yang kepaladua, belum pernah ada keluhan sakit gigi. Dan
semoga saja nggak akan ada sampai besok-besok. Awalnya hanya berniat mengantar
ibu saja untuk periksa gigi ibu yang sakit di JIH, tapi akhirnya saya iseng
ikut mendaftarkan diri jadi pasien juga. Hehe.
Maka saya pun
bingung saat masuk ke ruang periksa,
"Gimana mbak Raisa ada keluhan apa?" dokternya bertanya
"Ng... Nggak
ada keluhan apa-apa dok, hehe..." saya menjawab....
"wohlaa, Cuma
mau kenalan aja kok dok," kata perawat giginya yang mengasisteni nyeletuk.
-___- doeeng
Dan akhirnya saya
duduk di kursi canggihnya dokter gigi. Kemudian gigi saya diperiksa...
"Giginya cantik
kok mbaaak, nggak ada masalah, nggak berlubang juga... Dibersihkan saja
yaa" ---> :))
Yang berkesan
adalah, karena saya periksa di JIH (Jogja International Hospital), pelayanan di
rumah sakit ini cukup joss.. Dan yang paling penting adalah islami. Ketika kita
mendaftar menjadi pasien, maka ada welcoming
drink teh kotak sosro dingin. Bangunan JIH juga keren, mungkin rumah
sakit yang gedungnya paling mewah di jogja adalah JIH. Ketika kita masuk yang
kecium bukan bau karbol, dan amoksisilin.. Melainkan bau kue parsley... AC nya
juga dingin, dan lobinya menurut saya malah seperti bandara di makassar.. Saya
jadi inget dengan rumah sakit pertama di dunia, yaiitu dibangun pada saat islam
dulu masih berjaya di daerah Damaskus. Tentunya bangunannya jauuuuuh lebih
megah dari JIH dengan pelayanan yang ultima. Pengobatannya pun gratis karena
dibiayai oleh uang zakat... (Bayangkan bila sistem zakat di Indonesia bisa
dilaksanakan dengan baik dan benar. Tentunya bisa dimanfaatkan untuk
kepentingan ummat dengan maksimal). Dan memang sudah seharusnya sebuah rumah
sakit (atau lebih enak dibahasakan rumah sehat) adalah seperti itu...
Nah, yang maknyess
juga adalah saat melakukan tindakan, sebelum alat-alat dimasukkan ke mulut,
dokternya selalu mengucap basmallah terlebih dahulu..
"Bismillahirrahmanirrahiim"... Dan ini yang membuat saya yakin bahwa
insyaAllah lebih barakah dan manjur. :)
Meski saya termasuk
orang yang tidak menaati anjuran periksa gigi tiap 6 bulan sekali,tapi
kesehatan gigi dan kerapiannya selalu menjadi perhatian keluarga. Pernah suatu
ketika, saya menjadi probandus untuk mbak kos sebelah rumah yang saat itu
sedang studi di kedokteran gigi ugm bernama mbak elly. Waktu itu saya masih TK
nol kecil, dan giginya masih gigi susu semuanya dan masih utuh karena nggak
gigis (item-item). Mungkin karena dulu saya langsung minum susu dari gelas dan
bukan dari dot. Nah, saya ingat betul waktu menjadi probandusnya mbak elly,
saya harus diutek-utek mulutnya dalam waktu yang lumayan lama. Diberi obat ini
dan itu, dan tidak boleh makan dulu selama beberapa jam setelahnya. Tapi karena
mbaknya baik, usai dari FKG, saya dan mbak elly ngebis ke mirota kampus dan
mbak elly membelikan beberapa bungkus taro dan beberapa kotak susu ultra
milk... Hmmmmm... Namanya juga anak keciil, diiming-iming jajanan, capek
seharian pun hilang sudaaah :D
Saat usia gigi susu
harus copot, Bapak juga selalu perhatian untuk segera mencabut gigi yang sudah
goyang. Kata Bapak dulu, gigi harus segera dicopot agar nggak gingsul dan lebih
rapi. Alhasil, sering saat TK dan SD, saya datang ke dokter gigi mencabut gigi
yang goyang. Kejadian paling mengenaskan adalah saat TK nol besar, saya harus
ke dokter gigi karena gigi kelinci depan ada yang goyang. Nah, saya dijemput dari TK oleh Bapak naik motor.
Apesnya, saat mau naik ke motor saya keslomot
knalpot motor sebelah saya di betis. Nyooooossssssss.. Paaaanaaaaassss.....
Tapi saya takut bilang ke Bapak, karena akan menggagalkan rencana ke dokter
gigi kalau saya bilang, dan saya berprinsip tidak mau menunda mencabut gigi
agar tidak gingsul. Sepanjang jalan ke puskesmas, sakit luka bakar tadi saya
tahan.. Alhasil saat duduk di kursi dokter, betis saya angkat sedikit agar
tidak kena kursi. Dan waktu dicabut, karena kaget bercampur sakit di betis,
saya teriak keraaaaas sekali. Akhirnya pun saya baru mengakui kena knalpot,
karena sudah tidak tahan. Saya pulang dengan gigi depan ompong ditambah luka
bakar yang sudah parah karena menunda nunda untuk bilang dan ditangani lukanya.
-____-
Baiklah, demikian cerita (ke) dokter gigi saya sepanjang usia.
Salam gigi sehat, salam senyum Indonesia :D
0 komentar: